Warga Graha Cempaka Mas Ngadu Kisruh Apartemen ke Pj. Gubernur Teguh, Kerugian Rp.40 M
20 November 2024 11:42 WIB
Lia Muspiroh
Photo: Warga mengadu kisruh apartemen di Posko Pengaduan Balaikota Jakarta, Senin (18/11/2024) Sumber: Lia Muspiroh
sonora.co.id, Sejumlah warga membuat aduan ke posko pengaduan masyarakat di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (18/11/2024). Laporan itu terkait adanya kisruh di hunian mereka, Apartemen Graha Cempaka Mas, sejak 2013 lalu.
Pengawas Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), Apartemen Graha Cempaka Mas, Dwi Lies mengatakan, polemik bermula dari adanya gugatan dari kelompok warga terhadap PPRS yang dianggap sudah tak lagi memiliki dasar hukum kuat. Sebab, pada tahun 2011, terdapat aturan baru Undang-Undang tentang Rumah Susun yang juga mengubah nomenklatur PPRS jadi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).
Kelompok warga itu pun mengadukan persoalan ini ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan gubernur saat itu, Anies Baswedan mengeluarkan Kepgub pencabutan Surat Keputusan (SK) penetapan PPRS Apartemen Graha Cempaka Mas.
Tak terima dengan keputusan itu, Lies dan warga lainnya membawa persoalan ini ke meja hijau. Hingga akhirnya peradilan tingkat kasasi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menetapkan PPRS kubu Hery Wijaya sebagai pengurus yang sah. Sedangkan, PPRS tandingan yang dipimpin Tonny Soenanto dianggap tidak sah. Dalam aduan yang disampaikannya, pihaknya meminta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi mencabut keputusan gubernur mengenai pencabutan PPRS Apartemen Graha Cempaka Mas yang dibuat Anies.
"Kami sudah menerima putusan kasasi dari (pengadilan) tata usaha negara, yang inkrah yang berkekuatan tetap untuk Pj gubernur melaksanakan mencabut SK pak Anies Baswedan yang mencabut akte pendirian kami," ujarnya
Lies juga meminta agar Teguh segera memerintahkan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) DKI untuk memfasilitasi pembentukan Panitia Musyawarah (Panmus) pemilihan Ketua P3SRS. Selama bersengketa dengan kelompok warga lain, Lies menyebut pihaknya sudah mengalami sejumlah kerugian, khususnya materi hingga Rp40 miliar. Pasalnya, kelompok itu mendirikan PPRS tandingan dan ikut menarik Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang lebih murah. Padahal, dana yang disetor warga tidak pernah dipakai untuk bayar berbagai keperluan seperti listrik dan air karena mereka tak punya kewenangan.
"Sementara listrik itu atas nama satu, sehingga kami PPRS yang sah harus menalangi membayar listrik sebanyak 200 warga yang tidak bayar kepada kami tetapi membayar pada mereka. Sementara uang itu dibawa sama mereka," tutur Lies
"Kurang lebih Rp40 miliar selama sembilan tahun kurang lebih, dan itu adalah uang yang cukup besar untuk warga, untuk memelihara gedung, keamanan warga, sehingga saat ini kami sudah di titik sangat membutuhkan uang itu," Sambungnya
Di hari yang sama, pihak yang bersengketa juga turut mengadukan hal serupa ke posko pengaduan masyarakat di Balaikota Jakarta. Salah satu warga yang disebut-sebut sebagai pengikut PPRS tandingan mengatakan pihaknya yang justru sudah sesuai dengan undang-undang, dan menyebut pihak Dwi Lies sudah tidak memiliki legal standing berdasarkan UU yang baru tentang P3SRS. Ia justru meminta agar Pemprov Jakarta melalui Dinas PRKP untuk menjalankan Pokja di lingkungan apartemennya.
"Minta supaya jalankan sesuai permintaan dari DPR RI komisi III, yaitu apa, jalankan Pokja yang sudah tertunda dari tahun 2023" Ujar salah satu penghuni, Leonardo Phunisar.
Pengawas Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), Apartemen Graha Cempaka Mas, Dwi Lies mengatakan, polemik bermula dari adanya gugatan dari kelompok warga terhadap PPRS yang dianggap sudah tak lagi memiliki dasar hukum kuat. Sebab, pada tahun 2011, terdapat aturan baru Undang-Undang tentang Rumah Susun yang juga mengubah nomenklatur PPRS jadi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).
Kelompok warga itu pun mengadukan persoalan ini ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan gubernur saat itu, Anies Baswedan mengeluarkan Kepgub pencabutan Surat Keputusan (SK) penetapan PPRS Apartemen Graha Cempaka Mas.
Tak terima dengan keputusan itu, Lies dan warga lainnya membawa persoalan ini ke meja hijau. Hingga akhirnya peradilan tingkat kasasi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menetapkan PPRS kubu Hery Wijaya sebagai pengurus yang sah. Sedangkan, PPRS tandingan yang dipimpin Tonny Soenanto dianggap tidak sah. Dalam aduan yang disampaikannya, pihaknya meminta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi mencabut keputusan gubernur mengenai pencabutan PPRS Apartemen Graha Cempaka Mas yang dibuat Anies.
"Kami sudah menerima putusan kasasi dari (pengadilan) tata usaha negara, yang inkrah yang berkekuatan tetap untuk Pj gubernur melaksanakan mencabut SK pak Anies Baswedan yang mencabut akte pendirian kami," ujarnya
Lies juga meminta agar Teguh segera memerintahkan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) DKI untuk memfasilitasi pembentukan Panitia Musyawarah (Panmus) pemilihan Ketua P3SRS. Selama bersengketa dengan kelompok warga lain, Lies menyebut pihaknya sudah mengalami sejumlah kerugian, khususnya materi hingga Rp40 miliar. Pasalnya, kelompok itu mendirikan PPRS tandingan dan ikut menarik Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang lebih murah. Padahal, dana yang disetor warga tidak pernah dipakai untuk bayar berbagai keperluan seperti listrik dan air karena mereka tak punya kewenangan.
"Sementara listrik itu atas nama satu, sehingga kami PPRS yang sah harus menalangi membayar listrik sebanyak 200 warga yang tidak bayar kepada kami tetapi membayar pada mereka. Sementara uang itu dibawa sama mereka," tutur Lies
"Kurang lebih Rp40 miliar selama sembilan tahun kurang lebih, dan itu adalah uang yang cukup besar untuk warga, untuk memelihara gedung, keamanan warga, sehingga saat ini kami sudah di titik sangat membutuhkan uang itu," Sambungnya
Di hari yang sama, pihak yang bersengketa juga turut mengadukan hal serupa ke posko pengaduan masyarakat di Balaikota Jakarta. Salah satu warga yang disebut-sebut sebagai pengikut PPRS tandingan mengatakan pihaknya yang justru sudah sesuai dengan undang-undang, dan menyebut pihak Dwi Lies sudah tidak memiliki legal standing berdasarkan UU yang baru tentang P3SRS. Ia justru meminta agar Pemprov Jakarta melalui Dinas PRKP untuk menjalankan Pokja di lingkungan apartemennya.
"Minta supaya jalankan sesuai permintaan dari DPR RI komisi III, yaitu apa, jalankan Pokja yang sudah tertunda dari tahun 2023" Ujar salah satu penghuni, Leonardo Phunisar.
News
View MoreOur Services
Sonora Education And Talent Management
Empowering Talent Development & Soft Skills Training.
Research Solution
Your Research Solution for Comprehensive Coverage, Reliable Sources, and Diverse Perspectives