Harapan Palsu Yang Bisa Menimbulkan Kegaduhan

01 Februari 2025 22:37 WIB
Liliek Setyo
Photo: google

Dalam era digital saat ini, informasi nilai tukar mata uang tersedia secara real-time melalui berbagai platform, termasuk Google. Namun, terkadang pengguna menemukan bahwa kurs rupiah yang ditampilkan di Google tampak tidak akurat atau berbeda dari sumber resmi lainnya seperti yang terjadi pada hari Sabtu, 1 Februari 2025 ini. Hal tersebut disampaikan Dr. Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC dalam keterangan tertulisnya kepada Sonora, Sabtu 1 Februari 2025.  

“Ekonomi Indonesia seolah-olah sangat membaik karena nilai tukar mata uang untuk 1 USD di website google adalah setara dengan 8.170,65 Rupiah.’ Ujarnya.   Seperti diketahui, warganet Indonesia dibuat terkejut setelah mendapati Google Search menampilkan kurs 1 USD hanya setara dengan Rp 8.170. Nilai tukar rupiah ini jauh dari kurs USD to IDR sebenarnya yang tercatat di angka sekitar Rp 16.304 di platform keuangan atau perbankan lainnya.  

Tentu hal ini menjadi perbincangan hangat netizen Indonesia di berbagai platform media sosial. Ada juga netizen yang salah kaprah dan menganggap bahwa bahwa Google mengambil nilai kurs dari waktu yang salah karena membaca timestamp kurs adalah 1 Feb 09 dan menganggap bahwa data kurs diambil dari data tahun 2009.  

“Padahal yang tertulis secara lengkap di website Google adalah "01 Feb, 09.17 UTC", jadi 09 disini bukanlah tahun tapi adalah waktu terakhir google melakukan update kurs atau jam 16.17 WIB. “jelas Pratama.  

Tim CISSReC, menurut Pratama, juga  sudah mencoba dengan kombinasi beberapa mata uang lain di google dan dibandingan dengan situs xe.com dan ternyata hampir seluruh nilai tukar mata uang sesuai kecuali untuk nilai tukar USD ke IDR dimana menurut situs xe.com, nilai tukar 1 USD adalah Rp 16.304,69 yang diambil datanya pada pukul 20.49 WIB.
  Pratama menyampaikan, salah satu kemungkinan penyebabnya adalah kesalahan teknis dalam sistem Google atau platform penyedia informasi nilai tukar. Seperti halnya sistem teknologi lainnya, Google mengandalkan algoritma yang menarik data dari berbagai sumber.  

Jika terjadi bug atau gangguan teknis dalam proses ini, data yang disajikan bisa menjadi tidak akurat atau bahkan menyesatkan. Selain itu, imbuhnya, Google mengambil data nilai tukar dari berbagai sumber eksternal, termasuk lembaga keuangan, penyedia data ekonomi, dan pasar valuta asing. Perbedaan sumber ini bisa menyebabkan variasi dalam nilai tukar yang ditampilkan.
 

”Beberapa platform mungkin memperbarui data lebih cepat daripada yang lain, sehingga ada kemungkinan Google menampilkan kurs yang sudah usang atau belum terverifikasi dengan informasi terbaru dari bank sentral atau institusi keuangan utama.” jelas Pratama

 Kesalahan input juga dapat menjadi kemungkinan penyebab lain dari ketidakakuratan kurs yang ditampilkan. Dalam sistem berbasis data, manusia tetap memiliki peran dalam memasukkan dan memperbarui informasi. Typo atau kesalahan manusiawi dalam menginput angka dapat menyebabkan kurs yang ditampilkan jauh dari nilai sebenarnya, terutama jika data tersebut tidak melewati proses verifikasi otomatis yang ketat.  

Di sisi lain, kemungkinan yang lebih serius namun jarang terjadi adalah manipulasi atau penyalahgunaan sistem akibat peretasan. Meskipun sistem keamanan Google sangat canggih, bukan tidak mungkin terjadi upaya peretasan atau penyusupan oleh aktor jahat yang berusaha mengacaukan informasi finansial. Dalam skenario ekstrem, manipulasi data kurs ini bisa digunakan sebagai bagian dari strategi spekulasi atau disinformasi untuk mengacaukan pasar.  

”Untuk memastikan informasi nilai tukar yang benar, disarankan agar pengguna tidak hanya mengandalkan Google sebagai satu-satunya referensi.” saran Pratama.   Mengecek kurs rupiah dari sumber resmi seperti Bank Indonesia, lembaga keuangan besar, atau layanan keuangan terpercaya seperti Bloomberg, Reuters, dan OANDA akan memberikan gambaran yang lebih akurat dan dapat diandalkan. Di tengah ketidakpastian digital, kehati-hatian dalam memverifikasi informasi adalah langkah penting dalam pengambilan keputusan finansial yang lebih baik.  

Kesalahan dalam menampilkan kurs nilai tukar rupiah yang terjadi di Google bukan hanya sekadar masalah teknis semata, tetapi juga menimbulkan dampak yang lebih luas, terutama karena lambannya perbaikan terhadap informasi yang salah tersebut.  

Dalam ekosistem digital global, Google telah menjadi acuan utama bagi banyak orang dalam mencari informasi finansial, termasuk kurs mata uang. Ketika data yang ditampilkan tidak akurat dan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa koreksi, hal ini dapat menimbulkan kebingungan, keresahan, bahkan kegaduhan di tengah masyarakat.  

Ketergantungan publik terhadap Google sebagai sumber informasi membuat kesalahan dalam nilai tukar menjadi lebih dari sekadar kekeliruan biasa. Banyak individu, pelaku bisnis, dan investor yang menggunakan Google sebagai patokan dalam membuat keputusan ekonomi.  

”Jika informasi yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan, hal ini berpotensi menimbulkan dampak finansial yang merugikan, baik dalam skala kecil maupun besar. Misalnya, seorang pebisnis yang mengandalkan nilai tukar untuk menentukan harga jual produk ekspor bisa saja membuat keputusan yang salah karena mengacu pada angka yang tidak akurat. Begitu pula dengan wisatawan atau pekerja migran yang hendak menukar uang mereka.”ungkapnya lagi.  

Dalam konteks ini, menurut Pratama, Google seharusnya lebih bertanggung jawab atas informasi yang disebarkannya, terutama terkait data ekonomi yang sensitif. Meskipun Google bukanlah penyedia data finansial primer dan hanya menarik informasi dari berbagai sumber, penyedia layanan sebesar ini tetap memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa informasi yang ditampilkan akurat dan segera diperbaiki jika terjadi kesalahan. Ketika sebuah kesalahan telah terdeteksi dan dilaporkan oleh banyak pengguna, namun tidak segera diperbaiki, hal ini dapat dianggap sebagai kelalaian yang berpotensi merugikan masyarakat.
 

Lebih jauh, kesalahan dalam menampilkan kurs yang berlangsung dalam waktu lama dapat dikategorikan sebagai penyebaran informasi yang menyesatkan, atau bahkan hoaks. Dalam era digital saat ini, penyebaran berita palsu atau informasi yang salah dapat menimbulkan ketidakstabilan di berbagai sektor.  

“Jika Google sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia tidak memiliki mekanisme yang cepat dalam memperbaiki kesalahan informasi finansial, maka kepercayaan publik terhadap akurasi data yang disediakan oleh Google akan semakin dipertanyakan.”pungkasnya.


Sonora Network

Our Services

Sonora Education And Talent Management

Sonora Education And Talent Management

Empowering Talent Development & Soft Skills Training.
Research Solution

Research Solution

Your Research Solution for Comprehensive Coverage, Reliable Sources, and Diverse Perspectives
Management Services

Management Services

Empowering Talent Development & Soft Skills Training.
Event Management

Event Management

Step into Syandana, we deliver exceptional tailored event solutions

We'll reach out to you to talk about what we can do to keep leading, together.

Let’s Collaborate!

Our Satisfied Partners

Kementrian Pajak
Kementrian PUPR
Kementerian Dinas Perhubungan
Kementrian Kominfo
Kementrian Agama
Kementrian Hukum dan HAM
Telkomsek
ASDP
Nuvo Family
Pertamina
Bear Brand
Sarirasa Group
Gopek House
Counterpain
PLN
Kementrian Pelni
Ayaxx
Wincos