Unika Atma Jaya Kukuhkan Tiga Profesor Bidang Keuangan, Hukum, dan Kekayaan Intelektual
24 April 2025 17:05 WIB
Riko Marbun
.jpeg)
Photo: Corcomm Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Jakarta, SONORA.co.id - Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya mengukuhkan tiga Profesor, yaitu Prof. Dr. Siti Saadah, S.E., M.T. dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Prof. Dr. Natalia Yeti Puspita, S.H., M.Hum., dan Prof. V. Selvie Sinaga, S.H., LL.M., Ph.D. dari Fakultas Hukum. Ketiga Profesor ini memperkuat barisan akademisi yang meneguhkan posisi Unika Atma Jaya sebagai institusi pendidikan tinggi unggulan dengan kontribusi ilmiah yang berdampak bagi pembangunan nasional maupun global. Pengukuhan dilakukan oleh Rektor Unika Atma Jaya, Prof. Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S(K), serta dipimpin oleh Ketua Dewan Guru Besar Unika Atma Jaya, Prof. Dr. Laura F. N. Sudarnoto.
Prosesi pengukuhan dilangsungkan dalam Sidang Terbuka Senat Guru Besar pada Kamis (24/04) di Gedung Yustinus Lt. 15, Kampus Semanggi, Unika Atma Jaya, dan dihadiri oleh keluarga, kolega, serta para–Guru Besar Tamu dari berbagai institusi.
Rektor Unika Atma Jaya, Prof. Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S(K), menyampaikan rasa bangga dan harapan atas dikukuhkannya ketiga Profesor tersebut. Menurutnya, pengukuhan ini bukan sekadar upacara formal, melainkan bentuk pengakuan atas dedikasi, komitmen, dan kontribusi nyata dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
“Untuk itu, saya sampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya. Menjadi Guru Besar bukan hanya tentang mengajar, tetapi juga tentang menjadi pemimpin pemikiran, penggerak pengembangan ilmu pengetahuan, serta pembina generasi penerus. Semoga pengukuhan ini semakin mendorong terciptanya budaya akademik yang unggul demi kemajuan bangsa,” ujar Prof. Yuda.
Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Siti Saadah mengangkat isu krusial bertajuk “Konglomerasi Keuangan dan Potensi Risiko Sistemik”. Beliau menyoroti betapa pentingnya kewaspadaan terhadap keterkaitan antar lembaga jasa keuangan dalam satu konglomerasi, yang dapat menjadi pemicu krisis sistemik bila tidak diawasi dengan ketat.
“Dalam situasi interkonektivitas tinggi antar lembaga keuangan, satu gangguan bisa merambat cepat dan mengganggu stabilitas ekonomi nasional. Oleh karena itu, pengawasan berbasis risiko terhadap konglomerasi keuangan sangatlah mendesak,” ujar Prof. Siti.
Studi beliau menggunakan metode generalized vector autoregressive untuk mengukur volatility spillover antar entitas dalam konglomerasi dan telah memperoleh penghargaan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) atas kontribusi risetnya.
Hasil penelitiannya mengungkap bahwa intensitas ancaman risiko sistemik dari interconnectedness antar-unit bisnis dalam konglomerasi cenderung meningkat saat perekonomian memasuki fase kontraksi, fase yang secara umum memiliki probabilitas tinggi terhadap potensi risiko sistemik. Temuan ini menjadi penting sebagai salah satu early warning system dalam mendeteksi risiko sistemik yang bisa ditransmisikan dengan cepat.
Menariknya, pendekatan spillover yang digunakan juga menunjukkan bahwa transmisi shock tidak hanya berasal dari perusahaan induk ke anak perusahaan, tetapi juga bisa sebaliknya dari anak ke induk. Hal ini mempertegas perlunya pengawasan dua arah dalam struktur konglomerasi keuangan guna menjaga stabilitas ekonomi secara menyeluruh.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Natalia dalam orasi ilmiahnya mengusung topik “Sustainable Climate Resilience: Pendekatan Holistik Integratif Hukum Internasional dalam Penanggulangan Bencana”. Ia menekankan bahwa perubahan iklim telah menjadi tantangan global yang tidak dapat diselesaikan secara parsial, melainkan membutuhkan pendekatan hukum internasional yang menyeluruh dan terintegrasi.
“Bencana iklim bukan lagi isu lokal, tetapi krisis global yang memerlukan respons lintas negara dengan sinergi regulasi, kebijakan, dan peran masyarakat. Hukum internasional harus menjembatani semua ini secara integratif,” ujar Prof. Natalia.
Dalam orasinya, Prof. Natalia menjelaskan bahwa ketahanan iklim berkelanjutan harus dibangun melalui kerangka hukum yang mampu mengantisipasi, merespons, dan memulihkan dampak bencana secara holistik, serta menjamin pemenuhan hak asasi manusia. Ia menguraikan peran instrumen hukum internasional seperti Paris Agreement dan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction dalam menciptakan sistem mitigasi dan adaptasi global terhadap bencana iklim.
Beliau juga menyoroti perlunya pergeseran paradigma tentang kedaulatan negara. Dalam konteks bencana global, kedaulatan tidak boleh menjadi penghalang terhadap pemberian bantuan kemanusiaan dan pemenuhan hak-hak dasar warga negara, terutama kelompok rentan seperti pengungsi iklim.
“Ketika negara tidak mampu atau tidak mau memberikan perlindungan terhadap warganya yang terdampak bencana, maka hukum internasional memiliki legitimasi untuk bertindak. Kemanusiaan dan keberlanjutan harus menjadi prioritas,” tegasnya.
Prof. Natalia menutup orasinya dengan menyerukan pentingnya kerja sama global yang berkelanjutan serta reformasi hukum nasional yang sejalan dengan prinsip perlindungan lingkungan dan keadilan sosial. Ia juga mengutip ensiklik Laudato Si dari Paus Fransiskus yang menyerukan tanggung jawab moral umat manusia dalam merawat bumi sebagai rumah bersama.
Ketiga, dalam orasi ilmiahnya, Prof. Selvie mengangkat tema “Sistem Paten di ASEAN dan Perbandingannya dengan ARIPO, OAPI, dan EU”. Ia menyoroti kesenjangan harmonisasi sistem paten antar negara-negara ASEAN dan membandingkannya dengan praktik terbaik yang diterapkan oleh organisasi regional seperti ARIPO, OAPI, dan EU.
“ASEAN memerlukan integrasi sistem paten yang lebih solid agar dapat bersaing secara global dalam ranah inovasi teknologi. Harmonisasi ini tidak akan tercapai tanpa adanya kemauan politik dari setiap negara anggotanya,” ujar Prof. Selvie.
Beliau menjelaskan bahwa belum mudah bagi ASEAN untuk menyusun satu peraturan yang berlaku di semua negara anggota terkait pendaftaran paten maupun untuk mendirikan Kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ASEAN. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas tujuan ASEAN yang bersifat multidimensi, mulai dari politik, keamanan, sosial, hingga ekonomi dan budaya berbeda dengan ARIPO dan OAPI yang fokus utamanya adalah kerja sama HKI.
Beliau merekomendasikan pendirian ASEAN Patent Office serta penyusunan ASEAN Common Guidelines on Patent Examination demi memperkuat sistem paten yang harmonis dan mendorong investasi. Menurutnya, dibutuhkan political will dari semua negara anggota ASEAN untuk menyatukan sistem paten yang berbeda-beda, agar dapat membentuk struktur HKI regional yang kuat dan efektif.
Melalui proses Pengukuhan Profesor ini, Unika Atma Jaya secara resmi menambah jumlah Profesor. Prof. Natalia merupakan profesor urutan ke-25, Prof. Selvie sebagai profesor urutan ke-26, dan Prof. Siti Saadah sebagai profesor urutan ke-27. Momen ini merupakan peristiwa yang istimewa dan bahagia, serta menjadi sejarah baru untuk komunitas akademik tertinggi di Unika Atma Jaya. Kehadiran para-Guru Besar baru ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan penggerak dalam mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk Tuhan dan Tanah Air.
News
View MoreOur Services

Sonora Education And Talent Management
Empowering Talent Development & Soft Skills Training.

Research Solution
Your Research Solution for Comprehensive Coverage, Reliable Sources, and Diverse Perspectives